Peta Buta Nadiem Makarim Urai Benang Kusut Pendidikan

Jakarta, CNN Indonesia -- Menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sejak 23 Oktober 2019, Nadiem Makarim kerap menyerukan kata: inovasi.

Hampir dua bulan setelah dilantik sebagai menteri, tepatnya 12 Desember 2019, Nadiem mengatakan, "Sekarang saatnya untuk keluar. Sekarang untuk memamerkan inovasi Anda, karena sekarang sudah eranya 'Merdeka Belajar."

 Lewat gebrakan "Merdeka Belajar" Nadiem berupaya mengurai benang kusut di dunia pendidikan. Mulai dari, mengganti Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) dengan Asesmen, Mengganti Ujian Nasional dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter; mempersingkat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

 Di masa pandemi Corona, Nadiem juga menerapkan program pembelajaran jarak jauh. Namun, program Nadiem itu justru banyak menuai kritikan. Terutama soal pembelajaran jarak jauh (PJJ).

 Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menilai PJJ masih menemui banyak kendala yang belum juga dibenahi pemerintah.

 Masih banyak daerah yang tak bisa melakukan pembelajaran daring, akibatnya pembelajaran luar jaringan (luring) dilakukan dengan guru mengunjungi rumah siswa. Di samping itu, lanjutnya, juga ada keterbatasan waktu dan geografis yang dihadapi kebanyakan guru. Sehingga tak semua siswa akhirnya bisa dikunjungi dan harus tertinggal pelajaran.

 Nadiem dianggap hanya menggunakan 'peta buta' sebelum menerapkan program PJJ.

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan seharusnya, Nadiem membuat peta kebutuhan PJJ secara rinci.

 "Berapa sih anak sekolah Indonesia yang ada 72 juta orang itu, tidak punya ponsel? Berapa anak punya ponsel pintar tapi enggak punya kuota? Berapa sekolah yang tidak sanggup melaksanakan PJJ? Dan seterusnya," ujar Syaiful dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (26/7).

 Peta kebutuhan itu diminta oleh Komisi X DPR kepada Nadiem, karena menurut Syaiful, faktanya, masih ada anak-anak yang mengalami kesulitan dengan pembelajaran jarak jauh.

 "Pasti itu muncul, begitu. Ada anak yang enggak punya ponsel pintar, nanti dia mencari warung, dia kerjain tugas sekolah dengan teman-temannya, akhirnya terjadi pelanggaran protokol jaga jarak, bahkan ada yang enggak pakai masker, dan seterusnya, ini pasti terjadi," kata Syaiful.

 Komisi X DPR meminta agar peta kebutuhan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh dapat segera disusun sehingga kesulitan-kesulitan yang ada selama ini dapat dikurangi.

 "Dengan itu, sebenarnya bisa mengurangi," kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

 Untuk itu, Syaiful mendorong Nadiem melakukan koordinasi secepatnya dengan dinas-dinas pendidikan di kabupaten/kota.

 "Dinas kabupaten/kota dorong secepatnya melakukan pemetaan, karena perpanjangan tangan Kemendikbud adalah dinas-dinas," ujar dia.

 Data Perencanaan Digitalisasi Nasional Kementerian Komunikasi dan Informatika, dari total 83.218 desa/kelurahan di Indonesia, ada 12.548 desa/kelurahan yang belum terjangkau 4G. Dimana 9.113 desa/kelurahan di antaranya merupakan daerah tertinggal, terdepan dan terluar.

 Dari keseluruhan wilayah Indonesia, hanya 49,33 persen yang terfasilitasi jaringan 4G, 44,35 persen terfasilitasi jaringan 3G, dan 68,54 persen terfasilitasi jaringan 2G. Artinya ada 31,46 persen wilayah yang belum terfasilitasi.

Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) juga menilai Nadiem gagal paham dalam menyikapi persoalan pendidikan. Terlebih untuk masyarakat lapisan bawah dan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.

 "Nadiem Makarim selaku Mendikbud tak melihat langsung kondisi pendidikan kita di bawah, jadi gagal paham beliau mengurus substansinya. Belum lagi kita bahas infrastruktur pendidikan yang masih memprihatinkan, tidak bisa kacamata Jakarta dijadikan ukuran untuk melihat daerah lain dalam menentukan kebijakan," kata Wakil Sekretaris Jenderal Pergunu A. Zuhri.

 Selama pandemi, Nadiem tidak mengizinkan sekolah dibuka kecuali berada di zona hijau dan memenuhi sejumlah syarat. Nadiem berupaya memberikan bantuan kepada sekolah yang terdampak corona melalui relokasi Rp3,2 triliun dari dana BOS afirmasi dan kinerja.

 Tak hanya soal pembelajaran jarak jauh, mantan bos Gojek itu juga tersandung kritik perkara Program Organisasi Penggerak (POP).

 Program Organisasi Penggerak dirancang agar Kemendikbud dapat belajar dari inovasi-inovasi pembelajaran terbaik yang digerakkan masyarakat. Kemendikbud memberikan dukungan untuk memperbesar skala gerakan agar dapat dimanfaatkan secara lebih luas.

 Saat ini 4.464 organisasi telah mendaftar di program POP dan kemudian mengikuti proses evaluasi proposal yang terdiri atas seleksi administrasi, substansi, dan verifikasi. Program ini nantinya akan fokus kepada berbagai upaya pengembangan literasi, numerasi, dan karakter di 34 provinsi di seluruh Indonesia.

 Program Organisasi Penggerak diluncurkan sebagai bagian dari kebijakan Merdeka Belajar Episode Keempat pada 10 Maret 2020. Program itu dirancang untuk mendorong terciptanya sekolah-sekolah penggerak dengan cara memberdayakan masyarakat melalui dukungan pemerintah.

 Dana yang dianggarkan untuk program ini cukup besar, yakni Rp595 miliar. Hal ini membuat banyak pihak khawatir ada penyelewengan anggaran yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Terlebih karena seleksi POP diduga tidak kompeten.

 Namun, inovasi Nadiem itu juga menuai polemik. Buntutnya tiga organisasi besar seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah mundur sebagai peserta.

 Nadiem tidak merespon secara jelas tentang kontroversi POP sampai banyak peserta mundur. Pihaknya juga tidak menjelaskan sejumlah kejanggalan yang dibicarakan publik.

Misalnya, terkait ungkapan Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah Kasiyarno bahwa ada organisasi yang tidak kompeten, namun lolos dengan hibah anggaran paling besar.

"Ada laporan dan informasi yang mengatakan, dilihat dari nama-nama ada beberapa yang tidak kompeten. Kantor enggak punya, apalagi staff, program juga nggak jelas," katanya di Gedung Pusat Muhammadiyah, Rabu (22/7).

 Atau kejanggalan yang diungkapkan Federasi Serikat Guru Indonesia terkait materi pelatihan berjudul Baby Method English yang ditujukan untuk guru di jenjang SMP.

 "Salah satu contoh yang nggak jelas saya temukan ada program bahasa Inggris untuk bayi. Padahal ini keterampilan guru dan kepala sekolah. Ini kok bisa lolos?," kata Dewan Pengawas FSGI Retno Listyarti.

 Terkait Program Organisasi Penggerak (POP) itu Nadiem hanya sebatas menyatakan akan mengevaluasi kembali program tersebut. Namun, kata dia, Ormas yang telah lolos tak perlu khawatir.

 "Untuk ormas penggerak yang lulus seleksi tidak perlu khawatir dengan adanya evaluasi lanjutan ini, karena program ini akan dilaksanakan. Kami ingin memastikan bahwa yang telah kita lakukan, dengan standar integritas yang tinggi," ujar Nadiem.

 Nadiem menambahkan ormas yang lulus seleksi nantinya, bisa melaksanakan semua gerakannya dengan motivasi yang tinggi dan dukungan masyarakat dan ormas di Indonesia. Evaluasi lanjutan itu untuk memastikan integritas program tersebut terjamin.

 

Sumber: https://www.cnnindonesia.com

Indonesia, Dinas Pendidikan

Written by 

Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *